Anggota ASEAN akan memulai latihan militer bersama pada Selasa di perairan Natuna, Indonesia, yang merupakan ajang latihan pertama kali yang hanya akan melibatkan anggota blok tersebut, seiring dengan semakin kuatnya Beijing dalam menekankan klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan.

Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mengadakan latihan bersama dengan negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok, namun latihan yang hanya melibatkan para anggota ASEAN ini merupakan tanda meningkatnya kerja sama dan persatuan di bidang keamanan maritim, kata analis kepada BenarNews.

Kesepuluh anggota ASEAN ditambah calon anggota ke-11, Timor Leste, akan tergabung dalam ASEAN Solidarity Exercise-01 Natuna sebuah pelatihan non-tempur selama lima hari di sekitar perairan Kepulauan Batam dan Natuna dekat Laut China Selatan, kata Letkol Abidin Tobba, Koordinator Press dan Media, Senin.

“Sebelas negara dipastikan hadir. Personel ratusan jumlahnya,” kata Letkol Abidin kepada BenarNews menambahkan bahwa Myanmar juga akan berpartisipasi.

Junta Myanmar telah dipersona-non-grata-kan dalam pertemuan ASEAN karena tidak mematuhi kesepakatan untuk menegakkan demokrasi dan perdamaian pasca kudeta oleh militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan sipil yang sah.

Latihan militer ASEAN ini diusulkan oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dalam pertemuan para panglima pertahanan ASEAN di Bali pada bulan Juni lalu ini mencakup patroli maritim gabungan, evakuasi medis, pencarian dan penyelamatan serta bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana melalui simulasi daerah yang terkena dampak, kata militer Indonesia.

Latihan ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas regional dan “meningkatkan perekonomian negara kita,” kata Yudo Margono.

Indonesia adalah pemegang kepemimpinan bergilir ASEAN tahun ini.

Latihan bersama ASEAN ini dilakukan tiga minggu setelah Beijing merilis peta baru  dengan 10 garis-putus-putus yang menunjukkan klaim ekspansif Beijing atas sebagian besar Laut China Selatan, termasuk wilayah yang tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Sementara di luar negara-negara ASEAN, India dan Taiwan juga keberatan dengan peta tersebut.

Indonesia mengklaim tidak memiliki konflik dengan China terkait wilayah Laut China Selatan namun telah berulang kali memprotes kapal nelayan dan kapal penjaga pantai Tiongkok yang memasuki perairan dekat Kepulauan Natuna yang termasuk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Pengadilan arbitrase PBB memutuskan bahwa sembilan garis putus-putus Tiongkok, batas yang digunakan oleh Beijing pada peta Tiongkok untuk menggambarkan klaimnya, tidak sah. Namun Beijing menolak keputusan tersebut dan bersikeras bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi atas semua wilayah yang berada dalam garis putus-putus itu.

Seorang taruna TNI Angkatan Laut memantau sinyal KRI Diponegoro-365 saat latihan bersama menjaga perbatasan Indonesia, di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, 1 Oktober 2021. [Muhammad Adimaja/Antara Foto/via Reuters]

Kepala Pusat Studi ASEAN Universitas Airlangga Vinsensio Dugis menilai bahwa latihan bersama ini menunjukkan bahwa negara-negara Asia Tenggara memang menaruh perhatian khusus terhadap isu Laut China Selatan.

Anggota ASEAN, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Singapura tidak memiliki problem klaim di Laut China Selatan namun ikut serta dalam latihan tersebut karena latihan ini bisa memberikan pesan kepada negara adidaya, kata Dugis.

“Memang tidak semua terlibat dalam sengketa Laut China Selatan, namun ini menunjukkan bahkan yang tidak memiliki klaim langsung juga concern terkait hal ini,” ujarnya kepada BenarNews, Senin (18/9).

Ia mengatakan latihan tersebut juga menunjukkan bahwa ASEAN tidak ingin terlihat berpihak pada Tiongkok atau Amerika Serikat, yang selama ini terlibat dalam persaingan strategis di kawasan Indo-Pasifik.

Namun, isu Laut China Selatan sebelumnya telah menimbulkan konflik di dalam ASEAN, termasuk, menurut laporan media, mengenai lokasi latihan bersama.

Kamboja dan Myanmar, dua anggota ASEAN yang memiliki hubungan kuat dengan Tiongkok, pada awalnya belum mengonfirmasi partisipasi dalam latihan ASEAN ketika diumumkan Juni.

Beberapa laporan media mengatakan Kamboja menentang rencana lokasi latihan sebelumnya di Laut Natuna Utara, yang terletak di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia tetapi merupakan bagian yang diklaim oleh Tiongkok.

Kemudian pada bulan Juni, Indonesia mengubah lokasi latihan ASEAN menjadi Batam dekat Singapura dan perairan Natuna Selatan, dengan alasan kesesuaiannya untuk latihan non-tempur seperti patroli maritim bersama, evakuasi medis, dan bantuan bencana.

Indonesia mengganti nama bagian selatan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara pada tahun 2017, untuk menekankan kedaulatannya atas perairan tersebut, yang mencakup ladang gas alam.

Sementara itu Malaysia dan Vietnam menuduh Tiongkok mengganggu kegiatan eksplorasi minyak dan gas mereka dengan seringnya serangan oleh kapal penjaga pantai dan kapal milisi maritim Tiongkok di wilayah mereka.

Amerika Serikat, yang bukan merupakan pihak yang mengklaim Laut China Selatan tetapi terikat dalam perjanjian pertahanan dengan Filipina yang merupakan anggota ASEAN, telah menentang klaim Tiongkok dengan melakukan operasi “kebebasan navigasi” di jalur air tersebut.

Dan ketika Beijing memperbarui peringatannya mengenai invasinya ke Taiwan yang merupakan sekutu AS, pertikaian antara kedua negara adidaya tersebut telah menjadikan Asia Tenggara sebagai titik rawan geopolitik.

Keputusan ASEAN untuk mengadakan latihan khusus anggota ini merupakan upaya untuk menjaga stabilitas regional di tengah persaingan negara adidaya ini, kata para analis.

Tujuan dari latihan ini adalah untuk “menunjukkan kebersamaan anggota blok itu, terlepas dari pertentangan dan persaingan antara negara-negara besar,” kata Muhammad Waffaa Kharisma, peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta.

“Tetap bernilai tinggi karena secara praktikal meng-address kebutuhan-kebutuhan aktual seperti disaster response, search and rescue, etc, yang selama ini perhatiannya banyak termakan isu AS-China relations and high politics,” ujarnya kepada BenarNews.

Sumber : BenarNews

Share.
Exit mobile version