Di tengah ketegangan regional dengan China, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asina Nation/ASEAN) berencana untuk menggelar latihan militer bersama perdana, yang akan digelar di di Laut Natuna Selatan.

Mengutip keterangan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam Pertemuan Panglima Angkatan Bersenjata ASEAN ke-20 di Bali pada 7 Juni, sepuluh panglima militer ASEAN sepakat untuk melakukan latihan gabungan rutin dan patroli terkoordinasi di perairan Laut China Selatan. Latihan tersebut akan melibatkan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan pasukan khusus pada dari 18-25 September, meskipun Kamboja skeptis dengan rencana itu.

Lokasi pelatihan dipindahkan karena beberapa negara anggota ASEAN sedang bersengketa dengan Beijing terkait klaim teritorial di Laut China Selatan yang kaya sumber daya, Reuters melaporkan.

“Latihan ini tidak fokus pada pertempuran, jadi paling cocok untuk wilayah selatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono. Latihan tersebut akan diadakan di dan sekitar Pulau Batam yang berada di perairan Selat Malaka, jalur perdagangan dunia yang strategis.

Pada Senin (19/6), TNI bertemu dengan delegasi-delegasi militer ASEAN di Jakarta untuk membahas persiapan latihan itu, termasuk skenario, peralatan yang akan digunakan dan lokasi latihan, menurut siaran pers militer.

Latihan militer ASEAN, dinamakan Solidaritas, akan diadakan saat China menegaskan klaimnya atas wilayah Laut China Selatan yang juga diklaim oleh sejumlah negara ASEAN seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina. Pada tahun ini, Indonesia menjadi Ketua ASEAN.

“China percaya bahwa kerja sama pertahanan dan keamanan antarnegara harus kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional. Mereka tidak boleh meningkatkan ketegangan atau merusak kepercayaan antarnegara, apalagi menargetkan pihak ketiga mana pun,” juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu, kepada VOA pada 12 Juni.

Kamboja dan Myanmar, dua anggota ASEAN yang mempertahankan hubungan dekat dengan China, tidak berpartisipasi dalam pembahasan perencanaan tersebut pada Senin, menurut staf pusat penerangan TNI, Rudy Hernawan.

Panglima TNI Laksmana Yudo Margono (tengah) sedang berbincang dengan sejumlah panglima militer dari negara-negara ASEAN dalam Pertemuan Panglima Angkatan Bersenjata ASEAN, di Nusa Dua, Bali, 7 Juni 2023. (Foto: Firda Lisnawati/AP)

Mohamad Rosyidin, pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro di Semarang, Jawa Tengah, mengatakan lokasi latihan militer di Laut China Selatan bisa jadi telah menghalangi keikutsertaan beberapa negara ASEAN.

Jenderal Kamboja Vong Pisen, Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja, mengeluarkan pernyataan pada awal bulan ini yang mengatakan bahwa Phnom Penh telah membentuk kelompok kerja untuk mempelajari proposal latihan gabungan sebelum meminta persetujuan untuk berpartisipasi dari Kementerian Pertahanan.

Rosyidin mengatakan dia tak yakin Kamboja akan berpartisipasi dalam latihan tersebut, mengingat kedekatan negara itu dengan China.

China mengatakan sebagian besar Laut China Selatan, atau sekitar 90 persen dari Laut China Selatan seluas 3 juta kilometer persegi, terletak di dalam “sembilan garis putus-putus” yang dianggapnya sebagai perbatasan laut.

menanggapi klaim Beijing di Laut China Selatan dengan berjanji untuk melindungi dan melestarikan tatanan maritim berbasis aturan bersama dengan ASEAN dan KTT Asia Timur.

“Republik Rakyat China gagal mengajukan klaim maritim yang sah dan koheren di Laut China Selatan (LCS), dan oleh karena itu Amerika Serikat menolak semua klaim maritim RRC dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS di email ke VOA pada Selasa.

“Kebebasan laut dan kepatuhan terhadap hukum internasional di Laut China Selatan merupakan kepentingan vital bagi seluruh masyarakat internasional, termasuk organisasi internasional seperti ASEAN,” kata juru bicara tersebut.

“Bersama-sama kita mencari perlindungan dan pelestarian penghormatan terhadap hukum internasional, perdagangan tanpa hambatan yang sah, dan kebebasan navigasi dan penerbangan serta penggunaan laut yang sah lainnya.”

(Ki-ka) Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, Menteri Brunei Halbi bin Mohammad Yussof, Menteri Pertahanan Kamboja Tea Banh, Menteri Pertahanan Nasional China Wei Fenghe, Menteri Pertahanan India Shri Rajnath Singh, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto, Wakil Menteri Pertahanan Jepang Kimi Onoda menghadiri Pertemuan Menteri-Menteri ASEAN Plus di Siem Reap, Kamboja, 23 November 2022. (Foto: Heng Sinith/AP PHOTO)

Di masa lalu, negara-negara ASEAN telah berpartisipasi dalam latihan angkatan laut dengan negara lain, termasuk Amerika Serikat dan China. Namun latihan yang akan digelar pada September itu akan menjadi latihan yang pertama hanya melibatkan blok tersebut.

Meskipun beberapa orang mungkin melihat latihan tersebut sebagai sinyal ke China, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyiratkan bahwa latihan tersebut tidak akan menjadi pertunjukan kekuatan militer ASEAN.

“ASEAN bukan pakta pertahanan,” kata Laksamana Yudo Margono dalam jumpa pers di Bali pada 6 Juni.

“Latihan tersebut akan fokus pada isu bantuan bencana, kegiatan pencarian dan penyelamatan, serta dilanjutkan dengan pelayanan masyarakat. TNI berharap dapat bekerja sama (dengan negara-negara ASEAN) untuk menciptakan keamanan regional. Jika kita dapat mencapai keamanan dan stabilitas di wilayah ini, kita dapat menjamin jalur perdagangan udara dan laut yang akan menjamin kesejahteraan masyarakat.”

Laksamana Muda Widjojono mengatakan latihan militer itu terkait dengan “risiko bencana yang tinggi di Asia, khususnya Asia Tenggara.”

“Latihan militer bersama akan menjadi peluang besar bagi militer Asia Tenggara untuk lebih baik dalam mengurangi bencana alam dan meningkatkan kesiapsiagaan bencana mereka,” katanya. “Jadi ketika bencana terjadi di satu negara, negara tetangga mereka dapat menawarkan bantuan mereka lebih cepat.”

Sumber : VOA

Share.
Exit mobile version