Di tahun sebelumnya, Indonesia telah berhasil melaksanakan perannya dalam memegang keketuaan G20. Kini di tahun 2023, Indonesia kembali menunjukkan eksistensinya di mata internasional dengan secara resmi memegang keketuaan ASEAN.
Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 merupakan sebuah organisasi kawasan yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Hadirnya ASEAN menjadi sebuah perwujudan untuk menciptakan keamanan dan perdamaian yang stabil di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan Piagam ASEAN, keketuaan ASEAN sendiri ditentukan dengan cara bergilir setiap tahun berdasarkan urutan abjad nama negara anggota ASEAN dalam bahasa Inggris. Adapun peran dari ketua ASEAN adalah bertanggung jawab atas penyelenggaraan beberapa pertemuan, seperti KTT ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, Dewan Masyarakat ASEAN, dan Badan Sektoral ASEAN.
Di tahun 2023 ini, Indonesia berkesempatan untuk memegang keketuaan ASEAN dimana sebelumnya Indonesia juga telah memegang posisi ini pada tahun 1976, 1996, 2003, dan 2011. Dengan mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, momen ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan potensinya di kancah internasional serta membawa isu-isu penting yang perlu dibahas guna mendukung kestabilan serta keamanan kawasan Asia Tenggara yang damai.
Pada keketuaan Indonesia kali ini, tentunya terdapat beberapa fokus yang ingin dibawa oleh Indonesia. Berdasarkan siaran pers oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, sektor ekonomi menjadi salah satu fokus Indonesia dalam kesempatan ini yang terkhusus pada penguatan ekonomi kawasan yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan yang meliputi tiga isu prioritas utama, yaitu recovery and rebuilding, digital economy, dan sustainability.
Selain itu, keketuaan Indonesia pada ASEAN tahun ini juga pastinya diharapkan dapat memperkuat efektivitas ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan untuk mendukung sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia sebagaimana tujuan yang ingin dicapai pada keketuaan Indonesia tahun ini.
Namun, dibalik segala persiapan keketuaan tahun ini, Indonesia menghadapi tantangan yang mungkin saja dapat menghambat tercapainya tujuan yang ingin didorong oleh Indonesia. Salah satu tantangan tersebut adalah terkait dengan konflik kemanusiaan yang terjadi di Myanmar.
Konflik yang terjadi di Myanmar telah sejak lama menjadi masalah yang terus diperhatikan oleh negara anggota ASEAN termasuk upaya untuk menangani konflik tersebut. Konflik ini menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi kestabilan kawasan Asia Tenggara, khususnya terkait dengan pelanggaran kemanusiaan. Tentunya permasalahan ini tidak terlewatkan untuk dibahas melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN yang telah berlangsung tahun ini mengingat Indonesia menjadi salah satu negara anggota ASEAN yang sangat memperhatikan dan mengkritik adanya konflik kemanusiaan ini.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan terdapat poin kesepakatan yang dihasilkan melalui KTT ASEAN ke-42, diantaranya perlindungan pekerja migran dan korban perdagangan manusia. Kesepakatan ini menjadi perwujudan terhadap gentingnya untuk segera menangani konflik kemanusiaan, khususnya yang terjadi di Myanmar.
Dalam hal tersebut, Presiden Jokowi juga turut membicarakan implementasi dari Five-Point Consensus terkait dengan penyelesaian konflik di Myanmar. Berdasarkan Chairman’s Statement on the ASEAN Leader’s Meeting yang dilaksanakan pada 24 April 2021 di Jakarta, Five-Point Consensus meliputi upaya untuk menghentikan tindakan kekerasan di Myanmar, dibukanya dialog yang konstruktif antara semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi yang damai, mediasi proses dialog yang difasilitasi oleh utusan khusus ketua ASEAN dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan oleh ASEAN melalui AHA Centre, dan kunjungan delegasi khusus ke Myanmar untuk bertemu dengan pihak-pihak terkait.
Dengan memegang posisi keketuaan ASEAN kali ini, Indonesia diharapkan dapat mendorong implementasi dari Five-Point Consensus. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia adalah penyelamatan korban perdagangan manusia di Myanmar sebanyak 20 orang yang merupakan Warga Negara Indonesia.
Hal tersebut menunjukkan bahwa konflik di Myanmar merupakan suatu permasalahan yang serius dan menjadi tantangan yang besar bagi keketuaan Indonesia. Konflik di Myanmar ini membutuhkan upaya penyelesaian yang tidak mudah mengingat situasi konflik yang cukup kompleks.
ASEAN sendiri memang memiliki prinsip non-intervensi atau tidak mengikut campuri urusan dalam negeri, namun upaya penyelesaian konflik ini juga memerlukan komitmen dari negara anggota ASEAN untuk dapat diselesaikan dengan cara yang damai mengingat konflik di Myanmar telah menimbulkan kekhawatiran dan dapat mengancam kestabilan kawasan.
Dengan demikian selain tujuan lainnya yang ingin dicapai, peran Indonesia melalui keketuaan ASEAN terkait penyelesaian konflik kemanusiaan di Myanmar patut diamati kedepannya termasuk dengan implementasi dari Five-Point Consensus. Respon dari Myanmar juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan guna melihat seperti apa langkah atau kebijakan yang akan diambil oleh negara anggota ASEAN.
Sumber : Jurnalpost