Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) RI memberikan deadline kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Barat untuk melakukan penyelamatan Danau Maninjau yang ada di Kabupaten Agam. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar Reti Warda mengatakan Pemprov telah menggelar rapat dengan Kemenko Marves melalui zoom meeting belum lama ini.  Hasilnya, pemerintah pusat memberikan deadline kepada Pemprov melakukan langkah tegas terkait penertiban keramba jaring apung (KJA) yang sudah melebihi daya tampung Danau Maninjau, sehingga mengakibat pencemaran dan membuat ikan di dalam kerambah mati dalam jumlah yang banyak.

“Kita telah diminta oleh Kemenko Marves bahwa pada Juli 2023 mendatang Pemprov Sumbar bersama Pemkab Agam sudah menyelesaikan persoalan KJA di Danau Maninjau,” katanya di Padang, Minggu (21/5/2023).

Dia menyebutkan deadline yang dikasih pemerintah pusat itu, sebagai bentuk kepedulian pemerintah pusat terhadap kondisi di Danau Maninjau, dimana kondisi pembudidaya ikan tengah dilanda dilema akibat banyaknya ikan mati yang hampir berlangsung setiap tahunnya. Persoalan ini terjadi karena melihatnya jumlah KJA, serta diperparah telah tercemarnya Danau Maninjau tersebut. Pencemaran disebabkan tidak terurainya kotoran ikan dan kondisi kualitas air yang buruk dampak dari banyaknya pakan ikan yang ditebar pada puluhan ribu KJA. “Dari peneliti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Indonesia) juga menyebutkan kalau penyebab ikan mati itu akibat kekurangan oksigen di air bila terjadi cuaca buruk seperti hujan disertai angin kencang,” ungkap dia. “Belum lama ini ikan di KJA kembali mati, jumlahnya 15 ton. Kita akan melakukan langkah untuk menyelamatkan Danau Maninjau dan mempersiapkan cara agar pembudidaya bisa memiliki sumber ekonomi selain menjadi pembudidaya ikan di Danau Maninjau itu,” sambungnya. Reti menjelaskan belum lama ini DKP Sumbar bersama Wali Nagari (Kepala Desa) Salingka Danau Maninjau serta masyarakat lainnya telah menggelar rapat.

  Dimana rapat itu tidak hanya membahas langkah bersama untuk menyelamatkan Danau Maninjau, tapi juga sebagai tindak lanjut dari deadline yang telah diberikan oleh Kemenko Marves. Hasil dari rapat itu, DKP Sumbar akan melakukan pendataan dan penataan terhadap KJA yang ada tersebut. Pendataan dimaksud guna memastikan keberadaan KJA ada di danau itu, berapa yang masih dikelola dan berapa yang ditinggalkan pemiliknya dalam keadaan kosong. “Dari data kita 3-4 tahun belakangan ini diketahui jumlah KJA yang ada di Danau Maninjau itu dari 17 ribu KJA menjadi 23 ribu KJA. Padahal idealnya keberadaan KJA di danau tersebut hanya 6.000, jumlah itu hasil dari penelitian BRIN,” kata dia.

Menurutnya dari data sebelumnya, 23 ribu KJA itu, ternyata yang termanfaatkan hanya 30-40 persen saja. Artinya hampir separuh kerambah itu tidak termanfaatkan alias kosong saja.  Untuk itu, terkhusus untuk KJA yang dalam kondisi kosong, Reti menyampaikan sebelumya DKP telah melakukan pendataan, ternyata KJA yang kosong memang sengaja ditinggal pemiliknya karena tidak memiliki modal untuk melakukan budidaya ikan. Oleh karena itu, penting bagi pemda untuk kembali melakukan pendataan terhadap KJA yang ada di Danau Maninjau tersebut, karena pertumbuhan KJA bisa saja terjadi dari waktu ke waktu.

Sehingga melalui pendataan itu, pemda bisa mengambil langkah jitu agar tugas yang diberikan Kemenko Marves tetap pada misi pertama yakni menyelamatkan danau, tanpa harus membuat masyarakat kehilangan sumber mata pencahariannya. “Pendataan dan penataan itu akan segera kita mulai, karena waktu tinggal sekitar dua bulan lagi,” tegasnya. Reti memaparkan sebelumnya Pemprov telah melakukan upaya mengangkat KJA yang tidak dimanfaatkan, kepada pemiliknya telah diberikan bantuan berupa perahu dan alat tangkap. Tujuannya agar pemilik keramba beralih dari sebagai pembudidaya menjadi nelayan. Hasilnya ada sekitar 80 lubang atau KJA yang telah berhasil diangkat dari danau, namun dampaknya tidak maksimal. Bahkan akibat adanya pengangkatan KJA itu, malah tumbuh KJA-KJA lainnya dengan jumlah yang lebih dari KJA telah diangkat. “Ketika kita jalankan dulu itu, biayanya cukup besar. Saya pikir jika seperti itu kita ambil tindakan, kita terganjal dengan anggaran,” jelasnya.  Di Danau Maninjau terdapat 23 ribu KJA, kalau mengikuti jumlah idealnya yakni 6.000 KJA saja, artinya 17 ribu KJA harus diangkat. “Saya rasa itu juga tidak mungkin, kita tidak punya anggaran melakukan itu,” sebutnya.

Akan tetapi, Reti melihat ada satu cara yang bisa dilakukan agar masyarakat tidak bertumpu mata pencahariannya ke Danau Maninjau saja. Cara itu yakni mengajak pembudidaya ikan menjadi petani, berkebun, atau menjalankan usaha lainnya. Peralihan mata pencaharian ini, tentu perlu didukung oleh anggaran. Karena jika menertibkan seluruh KJA, hal yang perlu dipahami ada tujuh lapis masyarakat yang bakal merasakan dampaknya. Mulai dari sisi transportasi, upah panennya, saran dan prasarananya, rumah makan juga. “Artinya tidak bisa serta merta hilang, karena deretan di balangkan kerambah ini banyak, makanya kami tidak bisa serta-serta diangkat semua KJA nya,” ujar dia.

“Pemerintah tidak ingin main sapu bersih saja, tapi kita juga perlu pikirkan nasib mereka. Langkah yang bisa dilakukan adalah berikan mereka mata pencaharian lainnya,” sambung Reti. Dengan demikian, penataan Danau Maninjau tidak akan merugikan pihak manapun termasuk masyarakat setempat yang selama menggantungkan ekonomi keluarga sebagai pembudidaya ikan di KJA. Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Agam, Rosva Deswira DKP menambahkan mayoritas masyarakat di Salingka Danau Maninjau menggantungkan ekonomi di danau itu.  “Ada sekitar 40-50 persen masyarakat, pembudidaya ikan, KJA, nelayan, dan pembenih ikan, bergantung ke Danau Maninjau itu,” jelasnya. Bicara seritnya terjadi ikan mati di Danau Maninjau, Rosva mengaku terhitung sejak tahun 1997 dan terakhir pada Mei 2023 ini, setidaknya telah terjadi sebanyak 20.000 ton ikan mati di Danau Maninjau tersebut. “Kalau diambil nilai rata-rata harga ikan Rp20.000 per kilogram dikali dengan 20.000 ton, maka kerugian akibat matinya ikan di Danau Maninjau sekitar Rp400 miliar,” ungkapnya.

Rosva menyebutkan tidak dapat dipungkiri bahwa KJA-KJA yang ada di Danau Maninjau tidak sepenuhnya punya masyarakat yang ada di Salingka Danau Maninjau saja, tetapi juga pihak luar yang menginvestasikan modalnya. Terkait penertiban, Rosva menyampaikan bahwa upaya penyelamatan Danau Maninjau akan dilakukan secara bertahap. Dimana ada spot atau titik yang dianggap sering terjadi kematian ikan, menjadi prioritas untuk dilakukan penataan. “Di kawasan Linggai itu sering ikan mati. Nah, di sana akan menjadi target dilakukannya penataan juga. Diperparah ada teluk yang memiliki sampah dan eceng gondok,” ujarnya. Menurutnya untuk membersihkan sampah dan eceng gondok itu, DPKP Agam sebenarnya telah ada satu unit kapal, namun belum bisa dioperasikan. “Jadi kawasan yang akan kita zero kan kerambah yakni di Langgai itu,” tegasnya. 

Sumber : Sumatra Bisnis

Share.
Exit mobile version