Jakarta (ANTARA) – Di bawah pemerintahan Presiden Yoon Suk Yeol, Korea Selatan mengumumkan strategi untuk Indo-Pasifik, yang menegaskan komitmen Seoul untuk menegakkan tatanan internasional berdasarkan aturan serta niatnya untuk bekerja sama dengan negara lain.
Strategi ini mendapat sorotan karena merupakan indikator utama bagaimana Seoul akan menyelaraskan diri dengan AS atau China di kawasan Indo-Pasifik, setelah bertahun-tahun posisinya dianggap ambigu di bawah pemerintahan sebelumnya oleh Moon Jae-in dengan “Kebijakan Baru ke Arah Selatan”-nya.
Dengan mengimplementasikan strategi baru tersebut, Seoul tidak bisa lagi mengabaikan isu strategis dan keamanan yang telah lama menghantui kawasan Indo-Pasifik, menurut Kepala Pusat Studi ASEAN dan India di Institut Hubungan Internasional dan Keamanan Nasional Akademi Diplomatik Nasional Korsel Profesor Choe Wongi.
Jika sebelumnya Korsel hanya berfokus pada kerja sama ekonomi dan teknis dengan negara-negara di kawasan tersebut, kini saatnya Seoul perlu melakukan pendekatan yang komprehensif untuk juga merespons isu keamanan, salah satunya terkait Laut China Selatan.
“Kami (merasa) perlu mengambil sikap yang lebih proaktif terhadap situasi keamanan di kawasan karena arsitektur keamanan berbasis aturan internasional sekarang sedang mengalami kemunduran signifikan,” kata Choe dalam lokakarya yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta.
Merespons tatanan maritim yang tidak berfungsi dengan baik karena tindakan agresif dan pelanggaran yang dilakukan Beijing terhadap kedaulatan beberapa negara dalam sengketa Laut China Selatan, untuk kali pertama Korsel akhirnya “memecah kebisuannya” atas konflik tersebut.
Kedutaan Besar Korsel di Manila mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas insiden antara kapal Filipina dan kapal penjaga pantai China di Laut China Selatan.
“Kalau sebelumnya kami dinilai pasif, sekarang Korea menjadi lebih proaktif dan berani angkat bicara. Ini adalah tujuan dari strategi baru untuk Indo-Pasifik, yaitu untuk semakin terlibat dalam (penyelesaian) isu-isu di kawasan,” tutur Choe.
Meskipun demikian, ujar dia, menjadi lebih vokal menyuarakan posisinya terkait isu Laut China Selatan tidak berarti Korsel secara terang-terangan memihak AS dan memusuhi China.
“Kami tidak dalam posisi untuk mengambil sikap permusuhan terhadap China. Saya pikir Korea tetap akan menjaga hubungan yang konstruktif dan kooperatif dengan China, tetapi bersamaan dengan itu kami ingin memperluas kerja sama regional dengan mitra-mitra di kawasan, termasuk dengan ASEAN,” kata Choe.
Untuk secara khusus menegaskan pentingnya kerja sama dengan Asia Tenggara sebagai kekuatan penyeimbang di Indo-Pasifik, pemerintah Korsel juga mengumumkan Prakarsa Solidaritas Korea-ASEAN (KASI).
Melalui inisiatif itu, Korsel yang telah membangun kemitraan trilateral bersama AS dan Jepang, bertujuan mendukung kapasitas negara-negara ASEAN dan Kepulauan Pasifik dalam menghadapi ancaman keamanan dalam isu seperti Laut China Selatan dan program nuklir Korea Utara.
“ASEAN adalah kekuatan yang menyatukan hubungan diplomatik utama di kawasan ini. Dan kami sangat menghormati sentralitas ASEAN serta ingin menjalin kerja sama yang tulus dengan kawasan Asia Tenggara, yang kami anggap penting karena nilai ekonomi dan geopolitiknya,” kata Profesor Choe.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Korsel tidak memiliki ambisi tersembunyi, pun beban sejarah dengan ASEAN, sehingga seharusnya tak ada penghalang dalam penguatan kemitraan kedua pihak.
“Dan bagi kami, Indonesia adalah mitra utama di Asia Tenggara karena Indonesia adalah pemimpin dan pemrakarsa Pandangan ASEAN terhadap Indo-Pasifik (AOIP) yang pada dasarnya sejalan dengan Strategi Korea untuk Indo-Pasifik,” tutur Choe.
Persamaan pandangan
Menurut Choe, pada dasarnya Korsel dan Indonesia memiliki pandangan yang sama dalam merespons berbagai tantangan di kawasan Indo-Pasifik.
Terkait sengketa Laut China Selatan, misalnya, dia menyatakan bahwa Korea dan Indonesia sama-sama menyerukan tatanan internasional berbasis aturan ditegakkan di perairan strategis tersebut untuk mengantisipasi konflik lebih lanjut.
Selain itu, Korsel juga turut mendukung inisiatif Indonesia melalui AOIP dengan mengedepankan pendekatan dialog dan kerja sama yang berpusat pada sentralitas ASEAN guna menjaga perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik.
“Menurut saya, semua persaingan kekuatan besar yang mewarnai dinamika situasi di kawasan ini adalah tantangan besar, yang dalam hal ini Korea dan Indonesia serta mitra-mitra kami lainnya di ASEAN, memiliki pemikiran yang sama,” kata Choe.
Karena itu, Korsel mempunyai kepentingan untuk turut memperkuat sentralitas ASEAN yang diyakini akan sangat bermanfaat pula bagi kawasan Indo-Pasifik yang lebih luas.
Sebelumnya, Presiden Yoon Suk Yeol menegaskan pentingnya Korsel dan ASEAN untuk memperkuat solidaritas dan bekerja sama erat untuk mengurangi ketegangan di kawasan, serta membangun pondasi bagi perdamaian dan kemakmuran bersama.
Presiden Yoon juga menegaskan bahwa nilai-nilai keterbukaan, transparansi, dan inklusivitas ASEAN menjadi semakin penting untuk mengurangi konflik dan konfrontasi antarnegara serta mendorong dialog dan kerja sama dalam konteks persaingan internasional yang kompleks.
Hal ini sejalan dengan inklusi, kepercayaan, dan hubungan timbal balik yang dianjurkan oleh Strategi Indo-Pasifik Korsel sebagai prinsip kerja sama.
Dalam KTT ASEAN-Korsel di Phnom Penh, November tahun lalu, Yoon telah mengumumkan garis besar KASI, yang menunjukkan komitmen kuat Seoul untuk terlibat dalam kerja sama praktis dan strategis dengan ASEAN.
Dia menyebut Korsel dan ASEAN akan memperkuat kerja sama praktis yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan ASEAN di bidang ekonomi, sosial-budaya, dan memperluas kerja sama yang saling menguntungkan dan berwawasan ke depan di bidang keamanan, seperti keamanan maritim, keamanan siber, pertahanan, dan persenjataan.
Sementara pada KTT ASEAN-Korsel awal September lalu di Jakarta, Yoon mengajukan proyek kerja sama masa depan yang didasarkan pada keunggulan Korea di bidang teknologi digital dan teknologi informasi.
Menyambut 35 tahun hubungan dialog Korsel dan ASEAN yang akan diperingati pada 2024, Yoon menilai telah tiba waktu yang tepat bagi kedua pihak untuk meningkatkan hubungan tersebut menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif.
Dia berharap bersama para pemimpin ASEAN, visi itu bisa didiskusikan dan ditindaklanjuti menjadi berbagai kerja sama konkret ke depannya.
Sumber : ANTARANEWS