Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pertemuan Pleno Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 bulan Mei lalu menekankan bahwa kawasan ASEAN terus disorot dunia terkait relevansinya dalam mempertahankan sentralitas di tengah pusaran rivalitas negara besar.
“ASEAN terus disorot dunia. Apakah sentralitas ASEAN mampu dipertahankan di tengah pusaran rivalitas negara besar,” ujar Presiden Jokowi dikutip dari siaran resmi, Rabu (16/8/2023).
Dalam menghadapi tantangan itu, Indonesia sebagai ketua KTT ASEAN ke 42 dan 43 tahun ini menekankan pentingnya nilai ‘ASEAN Matters: Epicentrum of Growth‘ yang juga menjadi tema keketuaan RI kali ini.
ASEAN Matters bermakna kuat untuk secara bersama menyongsong pertumbuhan dari kawasan yang krusial sebagai pusat pertumbuhan dan ketahanan ekonomi global. Tema ini juga membawa keketuaan ASEAN Indonesia 2023 berfokus di Jalur Ekonomi dengan mengangkat 3 pilar strategis.
Ketiga pilar itu adalah, Rebuilding Regional Growth, Connectivity, and New Competitiveness (recovery rebuilding), Accelerating Inclusive Digital Economy Transformation and Participation (digital economy), dan Promoting Sustainability Economic Growth for a Resilient Future (sustainability).
Dalam Recover-Rebuilding, para negara anggota ASEAN harus terus berkomitmen pada kebijakan pemulihan ekonomi yang terukur dan komunikatif untuk mengatasi inflasi dan volatilitas aliran modal.
Untuk itu, semua negara harus melakukan pembangunan ulang yang terus mendukung pemulihan ekonomi yang semakin kuat. Hal ini mencakup pertumbuhan regional, konektivitas, dan daya saing yang baru.
Selanjutnya pada Digital Economy, anggota ASEAN akan dan harus mempercepat transformasi ekonomi digital yang inklusif dengan berfokus pada inklusi keuangan dan literasi digital. Untuk memperkuat inklusi keuangan dan literasi digital, negara anggota ASEAN perlu meningkatkan kapasitas masing-masing dalam memformulasikan strategi edukasi finansial secara nasional dan meningkatkan interkonektivitas sistem pembayaran regional.
Selanjutnya, Sustainability, sebagai kawasan yang paling terdampak oleh bencana alam dan risiko terkait iklim, ASEAN perlu merapatkan barisan guna mempersiapkan dan mengarah ke tujuan yang sama dalam kaitan transisi menuju ekonomi hijau.
Salah satu upayanya melalui penyusunan ASEAN Taxonomy on Sustainable Finance dan Study on the Role of Central Banks in Managing Climate and Environment-Related Risk.
Lebih lanjut, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Lestari Priansari Marsudi menjelaskan bahwa ketiga pilar tersebut akan dimanfaatkan pemerintah untuk membangun kerja sama konkret dan inklusif dengan semua negara untuk menjadikan Indo Pasifik sebagai kawasan damai dan sejahtera.
“Jadi singkat kata, kepemimpinan Indonesia di ASEAN akan digunakan untuk meletakkan fondasi yang kuat bagi visi jangka panjang ASEAN post-2025 dengan rentang 20 tahun atau disebut 2045 Vision. Hal ini penting dilakukan untuk mempersiapkan ASEAN menghadapi tantangan jangka panjang. Di sinilah diperlukan penguatan kapasitas dan institusi ASEAN agar ASEAN lebih agile,” jelasnya.
Retno juga menyebut Indonesia selalu ingin membumikan kerja sama konkret dalam ASEAN. Selain itu, Indonesia juga ingin mendorong kerja sama inklusif dan konkret implementasi AOIP.
Tentunya, ketiga pilar tersebut butuh dukungan dari sektor swasta, seperti perbankan. Apalagi, beradaptasi dengan transformasi ekonomi, dan membantu perkembangan negara sebagai blok ekonomi yang terintegrasi menjadi beberapa tugas penting perbankan beberapa tahun ke depan.
United Overseas Bank (UOB) menjadi salah satu bank di kawasan ASEAN yang terus mendukung adanya peluang di regional ini, khususnya di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki posisi yang signifikan di ASEAN dengan Produk domestik bruto (PDB) yang bisa mencapai triliunan dolar, dapat menghadirkan prospek kerja sama dan perdagangan yang luas di kawasan ini.
Sumber : CNBCIndonesia